
Semesta Keabadian di Sebalik Tabir Cahaya
Ahmad Baqi Arifin
ISBN:
Ukuran: Unesco (15,5 x 23 cm)
Sinopsis: "Semesta Keabadian" adalah bagian ketiga, sebagai buku penutup dari rangkaian buku trilogi yang ditulis oleh Ahmad Baqi Arifin, setelah buku pertamanya yang berjudul "Cahaya Terang Sang Mujaddid", dan buku kedua yang berjudul "Kematian Kedua, Fa Aina Tazhabun". “Semesta Keabadian” memiliki gaya penulisan sebagai buku sains, yang sedikit berbeda dari dua buku sebelumnya.
Dalam Semesta Keabadian, penulis menjelaskan tentang bagaimana akselerasi kemajuan sains dan teknologi modern hari ini banyak menjawab dan membuktikan kebenaran dari berbagai metode spiritual yang dilakukan umat Islam, khususnya dalam ranah peramalan tarekat yang ditekuni oleh kaum sufi dalam dunia tasawuf. Jadi, tak salah bila disimpulkan bahwa tarekat merupakan sains dan teknologi dalam ruang lingkup spiritual.
Teknik bermunajat dengan metode dzikrullah dalam tarekat, 'organ-organ' rohani, pengalaman ekstase spiritual, sampai fenomena-fenomena karomah para wali, yang seringkali menjadi perdebatan khilafiyah di kalangan umat muslim sendiri selama berabad-abad, ternyata dapat terjawab secara ilmiah dengan temuan-temuan dalam dunia sains dan teknologi modern hari ini.
Temuan-temuan sains tersebut antara lain teori atom, fisika kuantum, nanoteknologi dan nanopartikel, partikel Tuhan (Higgs Bosson), lompatan kuantum, teori relativitas, transfer energi dalam media air, energi cahaya, otak di jantung (heart brain), jantung yang mengirimkan gelombang elektromagnetik, sinoatrial node, dan hubungan antara nafas-fokus pikiran-detak jantung (dalam meditasi). Pada ranah temuan-temuan sains tersebut, praktek teknik munajat dalam tarekat mendapatkan teori dan bukti-bukti ilmiahnya.
Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, seorang tokoh sufi dari nusantara, kakek kandung dari penulis buku Semesta Keabadian ini, lebih dari setengah abad yang lalu sebenarnya telah menyampaikan tentang betapa ilmiahnya tarekat, sampai diistilahkannya tarekat sebagai sebuah teknologi yang maha tinggi, lengkap dengan berbagai rumus matematika, fisika, kimia, serta riset dan praktek aplikasinya, yang bila boleh diistilahkan dalam ranah sains modern hari ini, bisa disebut sebagai fenomena (kekeramatan) kuantum.
Ilmu tasawuf dan praktek dzikrullah dalam tarekat, dengan pendekatan berpikir melalui sains dan teknologi, menjadi jawaban terhadap bagaimana Tuhan dan agama seharusnya akan makin sejalan dengan logika serta kemajuan pemikiran umat manusia, dan bukan lagi sekedar menjadi dogmatis.
Di sisi yang lain, dengan menempatkan tarekat dan sains sebagai pondasi berpijak, maka ayat-ayat dalam Al-Quran akan bisa dibuktikan kebenarannya, frekuensi Tuhan akan bisa ditautkan dengan rohani di dalam diri, sehingga doa-doa tak lagi hanya sebagai kata-kata dan harapan, melainkan bertransformasi menjadi sebuah energi tak terhingga.